Jumat, 05 Maret 2010

SIAPAKAH AHLI SYURA?

“Seorang yang diminta musyawarahnya adalah orang yang dipercaya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihul Jami’ no. 6700. Lihat pula Ash-Shahihah no.1641)

Hadits ini mengisyaratkan bahwa ahli syura haruslah orang yang amanah karena tidak mungkin seorang yang tidak amanah akan dipercaya.

Dalam firman Allah kepada Nabi-Nya (artinya): “Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159). Ibnu Abbas mengatakan: “Maksudnya dengan Abu Bakr dan ‘Umar.” (Sanadnya shahih diriwayatkan oleh An-Nahhas dalam An-Nasikh wal Mansukh, dan Al-Hakim dan dishahihkan oleh beliau dan oleh Adz-Dzahabi. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 289).

Demikianlah beliau  bermusyawarah dengan Abu Bakr dan Umar dalam masalah tawanan perang Badr dan dalam masalah lainnya. Juga dengan Ali bin Abi Thalib dalam masalah Ifk-yaitu tuduhan zina kepada ‘Aisyah (Shahih Al-Bukhari no. 7369) dan juga shahabat yang lain. Yang jelas, Nabi tidak mengajak musyawarah kepada seluruh para shahabatnya dalam setiap hal. Akan tetapi memilih mereka yang pantas dalam perkara tersebut.

Ahli syura Abu Bakr, Maimun bin Mihran mengatakan: ”Bahwa Abu Bakr jika mendapati sebuah masalah maka beliau melihat kepada Kitabullah. Jika beliau beliau mendapatkan sesuatu yang memutuskan perkara itu, maka beliau putuskan dengannya. Dan jika beliau mengetahuinya dari Sunnah Nabi, maka beliaupun memutuskan dengannya. Bila tidak beliau ketahui, beliau keluar kepada kaum muslimin dan bertanya kepada mereka tentang Sunnah Nabi (pada perkara yang tersebut). Dan bila hal itu tidak mampu (menyelesaikan), maka beliau panggil tokoh-tokoh kaum muslimin dan para ulama mereka lalu beliau bermusyawarah dengan mereka.” (Ibnu Hajar mengatakan: “Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih.” Lihat Fathul Bari, 13/342)

Ahli syura ‘Umar bin Al-Khaththab, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Para qurra adalah orang-orang majelisnya ‘Umar dan ahli syuranya, baik yang tua maupun yang muda.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 7286, lihat Fathul Bari, 13/250). Ibnu Hajar mengatakan: “Al-Qurra maksudnya para ulama yang ahli ibadah.” (Lihat Fathul Bari, 13/258)

Di antara mereka adalah Abdullah bin Abbas sendiri, sebagaimana beliau kisahkan: “Umar memasukkan aku bersama orang-orang tua yang pernah ikut perang Badr, maka seolah-olah sebagian mereka marah dan mengatakan: ‘Mengapa ‘Umar memasukkan pemuda ini bersama kita padahal kita pun punya anak-anak semacam dia’. Maka ‘Umar mengatakan: ‘Hal itu berdasarkan apa yang kalian ketahui (yakni bahwa dia dari keluarga Nabi dan dari sumber ilmu)’.” (HR. Al-Bukhari, 6/28, lihat Bahjatun Nazhirin, 1/195)

Riwayat ini menunjukkan bahwa pada majelis syuranya Umar adalah para shahabat ahli Badr karena mereka lebih utama daripada yang lain. Kemudian ‘Umar mengikutkan Ibnu ‘Abbas bersama mereka karena ilmu beliau bahkan melebihi sebagian shahabat ahli Badr karena beliau didoakan oleh Nabi: “Ya Allah, pahamkan dia tentang agama dan ajari dia takwil.” (Madarikun Nazhar, hal. 162)

Dalam kejadian lain, Ibnu Abbas mengatakan: “Ketika itu, saya berada di tempat singgahnya Abdurrahman bin ‘Auf di Mina dan beliau disisi Umar, dalam sebuah haji yang merupakan akhir hajinya. Abdurrahman mengarahkan pertanyaan kepada saya: ‘(Apa pendapatmu) jika kamu melihat seseorang datang kepada amirul mukminin (Umar bin Al-Khaththab) hari ini lalu ia mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin, apakah anda melakukan sesuatu pada fulan yang mengatakan: ‘Seandainya Umar telah meninggal maka aku akan membai’at fulan. Demi Allah, tidaklah bai’atnya Abu Bakr dahulu kecuali hanya sesaat lalu langsung sempurna.’ Maka (mendengar laporan itu) Umar marah lalu mengatakan: ‘Sungguh saya insya Allah akan berdiri sore ini di hadapan manusia dan akan memperingatkan mereka dari orang-orang itu yang ingin merampas urusan mereka’. Maka Abdurrahman mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin jangan kau lakukan! Karena musim haji ini menampung orang-orang hina (juga), sesungguhnya merekalah yang akan lebih banyak dekat denganmu disaat kamu berdiri di hadapan mereka. Dan saya khawatir jika engkau bangkit dan mengucapkan sebuah ucapan lalu dibawa terbang oleh setiap yang terbang, mereka tidak memahaminya dan tidak mendudukkan pada tempatnya. Maka tundalah hingga engkau pulang ke Madinah karena Madinah adalah rumah hijrah dan (rumah) As Sunnah sehingga engkau dapat mengkhususkan ahli fiqh dan tokoh-tokoh masyarakat, lalu kamu katakan apa yang mungkin kamu katakan sehingga ahlul ilmi akan memahami ucapanmu dan menempatkannya pada tempatnya’.” (Riwayat Al-Bukhari. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 163)

Setelah terjadinya usaha pembunuhan terhadap Umar dan Umar pun sudah merasa dekat ajalnya, dia menyerahkan urusan kepemimpinan ini kepada enam orang shahabat. Dan dikatakan kepada beliau: “Berwasiatlah wahai amirul mukminin, berwasiatlah! Tunjuklah khalifah.” Jawabnya: “Saya tidak mendapati orang yang lebih berhak terhadap perkara ini (kekhilafahan) lebih dari orang-orang itu, yang Rasulullah meninggal dalam keadaan ridha terhadap mereka.” Lalu beliau menyebut Ali, Utsman, Az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdurrahman. (Shahih, riwayat Al-Bukhari no. 3700, dengan Fathul Bari, 7/59). Umar menyerahkan urusan ini hanya kepada 6 orang shahabat yang memiliki sifat tersebut, padahal saat itu para shahabat berjumlah lebih dari 10 ribu orang. (Madarikun Nazhar, hal. 165)

Al-Bukhari mengatakan: “Dan para imam setelah Nabi wafat bermusyawarah pada hal-hal yang mubah dengan para ulama yang amanah untuk mengambil yang paling mudah. Dan jika jelas bagi mereka Al-Qur’an maupun As Sunnah, maka mereka tidak melampauinya untuk (kemudian) mengambil selainnya. Hal itu dalam rangka meneladani Nabi…” (Shahih Al-Bukhari, 13/339-340 dengan Fathul Bari. Lihat pula hal. 342 baris 18)

Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan: “Janganlah dia bermusyawarah jika terjadi suatu masalah kecuali dengan orang yang amanah, berilmu dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan riwayat- riwayat dari shahabat dan setelahnya, serta berilmu tentang pendapat-pendapat para ulama, qiyas, dan bahasa Arab.” (Mukhtashar Al-Muzani, dari Madarikun Nazhar, hal. 176)

Ibnu At-Tin menukilkan dari Asyhab, seorang murid dari Al-Imam Malik, bahwa Al-Imam Malik mengatakan: “Semestinya seorang pemimpin menjadikan seseorang yang menerangkan kepadanya tentang keadaan masyarakatnya disaat dia sendirian. Dan hendaknya orang tersebut orang yang bisa dipercaya, amanah, cerdas dan bijaksana.” (Fathul Bari, 13/190)

Sufyan Ats-Tsauri mengatakan: “Hendaknya ahli syuramu adalah orang-orang yang bertakwa dan amanah serta orang-orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)

Asy-Syihristani mengatakan: “… Akan tetapi wajib bersama penguasa itu (ada) seorang yang pantas berijtihad sehingga dia (penguasa itu- red) dapat bertanya kepadanya dalam permasalahan hukum.” (Al-Milal, 1/160, lihat Madarikun Nazhar, hal. 177)

Ibnu Khuwairiz Mandad mengatakan: “Wajib bagi para pemimpin untuk bermusyawarah dengan para ulama dalam hal-hal yang tidak mereka ketahui dan pada perkara agama yang membuat mereka bingung. Juga bermusyawarah dengan para pemimpin perang pada urusan peperangan, dengan tokoh masyarakat pada urusan yang berkaitan dengan maslahat masyarakat, dan dengan para menteri dan wakil-wakilnya pada perkara kemaslahatan negeri dan kemakmurannya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250)

Al-Qurthubi mengatakan: “Para ulama berkata: ‘Kriteria orang yang diajak musyawarah jika dalam perkara hukum hendaknya seorang ulama dan agamis. Dan jarang yang seperti itu kecuali orang- orang yang berakal. Oleh karenanya Al-Hasan mengatakan: ‘Tidaklah akan sempurna agama seseorang kecuali setelah orang yang bertakwa dan amanah serta orang yang takut kepada Allah.” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/250-251)

Al-Mawardi mengatakan ketika menjelaskan orang-orang yang berhak bermusyawarah untuk memilih imam/pemimpin: “…Syarat-syarat yang harus ada pada mereka ada tiga: pertama; keadilan (yakni keshalihan agamanya) dengan berbagai syaratnya. Kedua; ilmu yang dengannya dia dapat mengetahui siapa yang berhak menjadi pemimpin dengan syarat-syarat kepemimpinan. Ketiga; ide yang bagus dan bijak yang dengan itu dia bisa memilih yang paling pantas untuk menjadi pimpinan.” (Al-Ahkamus Sulthaniyyah, hal.4)

Dari penjelasan para ulama, kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa ahli syura adalah para ulama yang benar-benar berilmu tentang Al Qur’an dan Sunnah Nabi  serta pendapat-pendapat para ulama dalam berbagai masalah, bertakwa, dan takut kepada Allah, juga memiliki sifat amanah, bijaksana dalam memutuskan suatu urusan, demikian pula memiliki keinginan baik untuk umat secara menyeluruh dan dari kalangan laki-laki bukan wanita.

Jika dibutuhkan musyawarah pada urusan-urasan duniawi maka juga bisa melibatkan para ahli yang berpengalaman dalam bidang-bidang tertentu namun tentu tidak lepas dari sifat-sifat dasar diatas. Demikian pula tidak bisa dilepaskan dari para ulama karena merekalah yang dapat mempertimbangkan sisi mashlahat dan mafsadah yang hakiki dan secara syar’i serta sisi halal dan haramnya.


Apakah Ahli Bid’ah Boleh Menjadi Ahli Syura?

Dengan mengetahui sifat-sifat ahli syura, tampak bahwa ahli bid’ah tidak bisa dijadikan sebagai ahli syura karena ahli bid’ah tidak dapat dipercaya agamanya, amanahnya, keinginan baiknya dan juga sifat yang lain tidak terpenuhi padanya. Demikian pula terjadi dalam sejarah beberapa peristiwa yang membuktikannya. Pada masa khilafah ‘Abbasiyyah, tepatnya pada pemerintahan Al-Makmun, yang menjadikan Bisyr Al-Marrisi (seorang tokoh Mu’tazilah) sebagai salah satu penasehatnya, mengakibatkan tersebarnya aqidah Mu’tazilah tentang Al Qur’an yaitu bahwa Al Qur’an bukan Kalamullah sehingga sebagian ulama terbunuh karena itu (tidak mau mengatakan Al Qur’an bukan Kalamullah -red) dan sebagian lagi dipenjara dan disiksa. Demikian pula pada masa Al-Mu’tashim Billah yang menjadikan Al-Wazir Ibnul ‘Alqomi (seorang Syi’ah yang menipu Khalifah) sebagai salah satu penasehatnya, sehingga dia membantu pasukan Tatar memasuki kota Baghdad dan menguasainya. Itu sebagian contoh, dan semua ahlul bid’ah pada dasarnya sama, baik yang berpemikiran mengkafirkan yang tidak sepaham dengan mereka, atau berpemikiran Sufi, atau yang lain.

Wallahu a’lam.

Menebar Keangkuhan Menuai Kehinaan

Masih berkaca pada untaian nasihat Luqman Al-Hakim kepada anaknya. Menjelang akhir nasihatnya, Luqman melarang sang anak dari sikap takabur dan memerintahkannya untuk merendahkan diri (tawadhu’). Luqman berkata kepada anaknya:

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتاَلٍ فَخُوْرٍ


“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong), dan janganlah berjalan dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang angkuh dan menyombongkan diri.” (Luqman: 18)



Demikian Luqman melarang untuk memalingkan wajah dan bermuka masam kepada orang lain karena sombong dan merasa dirinya besar, melarang dari berjalan dengan angkuh, sombong terhadap nikmat yang ada pada dirinya dan melupakan Dzat yang memberikan nikmat, serta kagum terhadap diri sendiri. Karena Allah tidak menyukai setiap orang yang menyombongkan diri dengan keadaannya dan bersikap angkuh dengan ucapannya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 649)

Pada ayat yang lain Allah k melarang pula:



وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ اْلأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِباَلَ طُوْلاً



“Dan janganlah berjalan di muka bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mencapai setinggi gunung.” (Al-Isra`: 37)

Demikianlah, seseorang dengan ketakaburannya tidak akan dapat mencapai semua itu. Bahkan ia akan menjadi seorang yang terhina di hadapan Allah k dan direndahkan di hadapan manusia, dibenci, dan dimurkai. Dia telah menjalani akhlak yang paling buruk dan paling rendah tanpa menggapai apa yang diinginkannya. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 458)

Kehinaan. Inilah yang akan dituai oleh orang yang sombong. Dia tidak akan mendapatkan apa yang dia harapkan di dunia maupun di akhirat.

‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi n:



يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُوْنَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ أَمْثاَلَ الذَّرِّ فِيْ صُوْرَةِ الرِّجاَلِ، يَغْشاَهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكاَنٍ، يُسَاقُوْنَ إِلَى سِجْنٍ مِنْ جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُوْلَسَ، تَغْلُوْهُمْ ناَرٌ مِنَ اْلأَنْياَرِ، وَيُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِيْنَةِ الْخَباَلِ



“Orang-orang yang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, diliputi oleh kehinaan dari segala arah, digiring ke penjara di Jahannam yang disebut Bulas, dilalap oleh api dan diberi minuman dari perasan penduduk neraka, thinatul khabal.1” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 434)

Bahkan seorang yang sombong terancam dengan kemurkaan Allah k. Demikian yang kita dapati dari Rasulullah n, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang shahabat mulia, ‘Abdullah bin ‘Umar c:



مَنْ تَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ أَوِ اخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ



“Barangsiapa yang merasa sombong akan dirinya atau angkuh dalam berjalan, dia akan bertemu dengan Allah k dalam keadaan Allah murka terhadapnya.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Asy- Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 427)

Kesombongan (kibr) bukanlah pada orang yang senang dengan keindahan. Akan tetapi, kesombongan adalah menentang agama Allah k dan merendahkan hamba-hamba Allah k. Demikian yang dijelaskan oleh Rasulullah n tatkala beliau ditanya oleh ‘Abdullah bin ‘Umar c, “Apakah sombong itu bila seseorang memiliki hullah2 yang dikenakannya?” Beliau n menjawab, “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki dua sandal yang bagus dengan tali sandalnya yang bagus?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki binatang tunggangan yang dikendarainya?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki teman-teman yang biasa duduk bersamanya?” “Tidak.” “Wahai Rasulullah, lalu apakah kesombongan itu?” Kemudian beliau n menjawab:



سَفَهُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ



“Meremehkan kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 426)

Tak sedikit pun Rasulullah n membuka peluang bagi seseorang untuk bersikap sombong. Bahkan beliau n senantiasa memerintahkan untuk tawadhu’. ‘Iyadh bin Himar z menyampaikan bahwa Rasulullah n bersabda:



إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ



“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’ hingga tidak seorang pun menyombongkan diri atas yang lain dan tak seorang pun berbuat melampaui batas terhadap yang lainnya.” (HR. Muslim no. 2865)

Berlawanan dengan orang yang sombong, orang yang berhias dengan tawadhu’ akan menggapai kemuliaan dari sisi Allah k, sebagaimana yang disampaikan oleh shahabat yang mulia, Abu Hurairah z bahwa Rasulullah n bersabda:



وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ



“Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ karena Allah, kecuali Allah akan mengangkatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Tawadhu’ karena Allah k ada dua makna. Pertama, merendahkan diri terhadap agama Allah, sehingga tidak tinggi hati dan sombong terhadap agama ini maupun untuk menunaikan hukum- hukumnya. Kedua, merendahkan diri terhadap hamba-hamba Allah k karena Allah k, bukan karena takut terhadap mereka, ataupun mengharap sesuatu yang ada pada mereka, namun semata-mata hanya karena Allah k. Kedua makna ini benar.

Apabila seseorang merendahkan diri karena Allah k, maka Allah k akan mengangkatnya di dunia dan di akhirat. Hal ini merupakan sesuatu yang dapat disaksikan dalam kehidupan ini. Seseorang yang merendahkan diri akan menempati kedudukan yang tinggi di hadapan manusia, akan disebut-sebut kebaikannya, dan akan dicintai oleh manusia. (Syarh Riyadhish Shalihin, 1/365)

Tak hanya sebatas perintah semata, kisah-kisah dalam kehidupan Rasulullah n banyak melukiskan ketawadhu’an beliau. Beliau n adalah seorang manusia yang paling mulia di hadapan Allah k. Meski demikian, beliau menolak panggilan yang berlebihan bagi beliau. Begitulah yang dikisahkan oleh Anas bin Malik z tatkala orang-orang berkata kepada Rasulullah n, “Wahai orang yang terbaik di antara kami, anak orang yang terbaik di antara kami! Wahai junjungan kami, anak junjungan kami!” Beliau n pun berkata:



يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِقَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ، إِنِّي لاَ أُرِيْدُ أَنْ تَرْفَعُوْنِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِيهِ اللهُ تَعَالَى، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ



“Wahai manusia, hati-hatilah dengan ucapan kalian, jangan sampai kalian dijerumuskan oleh syaitan. Sesungguhnya aku tidak ingin kalian mengangkatku di atas kedudukan yang diberikan oleh Allah ta’ala bagiku. Aku ini Muhammad bin ‘Abdillah, hamba-Nya dan utusan-Nya.” (HR. An- Nasa`i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, dikatakan dalam Ash-Shahihul Musnad fi Asy-Syamail Muhammadiyah no. 786: hadits shahih menurut syarat Muslim)

Anas bin Malik z mengisahkan:



كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ اْلأَنْصَارَ فَيُسَلِّمُ عَلَى صِبْيَانِهِمْ وَيَمْسَحُ بِرُؤُوْسِهِمْ وَيَدْعُو لَهُمْ



“Rasulullah n biasa mengunjungi orang-orang Anshar, lalu mengucapkan salam pada anak-anak mereka, mengusap kepala mereka dan mendoakannya.” (HR An. Nasa`i, dikatakan dalam Ash- Shahihul Musnad fi Asy-Syamail Muhammadiyah no. 796: hadits hasan)

Ketawadhu’an Rasulullah n ini menjadi gambaran nyata yang diteladani oleh para shahabat. Anas bin Malik z pernah melewati anak-anak, lalu beliau mengucapkan salam pada mereka. Beliau n mengatakan:



كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ



“Nabi n biasa melakukan hal itu.” (HR. Al-Bukhari no. 6247 dan Muslim no. 2168)

Memberikan salam kepada anak-anak ini dilakukan oleh Nabi n dan diikuti pula oleh para shahabat beliau g. Hal ini merupakan sikap tawadhu’ dan akhlak yang baik, serta termasuk pendidikan dan pengajaran yang baik, serta bimbingan dan pengarahan kepada anak-anak, karena anak-anak apabila diberi salam, mereka akan terbiasa dengan hal ini dan menjadi sesuatu yang tertanam dalam jiwa mereka.(Syarh Riyadhish Shalihin, 1/366-367)

Pernah pula Abu Rifa’ah Tamim bin Usaid zmenuturkan sebuah peristiwa yang memberikan gambaran ketawadhu’an Nabi n serta kasih sayang dan kecintaan beliau terhadap kaum muslimin:



اِنْتَهَيْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ، رَجُلٌ غَرِيْبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِيْنِهِ لاَ يَدْرِي مَا دِيْنُهُ؟ فَأَقْبَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَيَّ فَأُتِيَ بِكُرْسِيٍّ، فَقَعَدَ عَلَيْهِ، وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِي مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ، ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آخِرَهَا



“Aku pernah datang kepada Rasulullah n ketika beliau berkhutbah. Lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, seorang yang asing datang padamu untuk bertanya tentang agamanya, dia tidak mengetahui tentang agamanya.’ Maka Rasulullah n pun mendatangiku, kemudian diambilkan sebuah kursi lalu beliau duduk di atasnya. Mulailah beliau mengajarkan padaku apa yang diajarkan oleh Allah. Kemudian beliau kembali melanjutkan khutbahnya hingga selesai.” (HR. Muslim no. 876)

Begitu banyak anjuran maupun kisah kehidupan Rasulullah n yang melukiskan ketawadhu’an beliau. Demikian pula dari para shahabat g. Tinggallah kembali pada diri ayah dan ibu. Jalan manakah kiranya yang hendak mereka pilihkan bagi buah hatinya? Mengajarkan kerendahan hati hingga mendapati kebahagiaan di dua negeri, ataukah menanamkan benih kesombongan hingga menuai kehinaan di dunia dan akhirat?

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

1 Thinatul khabal adalah keringat atau perasan dari penduduk neraka.

2 Hullah adalah pakaian yang terdiri dari dua potong baju

Biodata Ringkas Rasulullah Sayyidina Muhammad

Nama: Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hashim
Tanggal lahir: Subuh Isnin, 12 Rabiulawal / 20 April 571M (dikenali sebagai tahun gajah; peristiwa tentera bergajah Abrahah yang menyerang kota Ka’abah)
Tempat lahir: Di rumah Abu Talib, Makkah Al-Mukarramah
Nama bapak: ‘Abdullah bin ‘Abdul Muttalib bin Hashim
Nama ibu: Aminah binti Wahab bin ‘Abdul Manaf
Pengasuh pertama: Barakah Al-Habsyiyyah (digelar Ummu Aiman. Hamba perempuan bapa Rasulullah SAW)
Ibu susu pertama: Thuwaibah (hamba perempuan Abu Lahab)
Ibu susu kedua: Halimah binti Abu Zuaib As-Sa’diah (lebih dikenali Halimah As-Sa’diah. Suaminya bernama Abu Kabsyah)

USIA 5 TAHUN
Peristiwa pembelahan dada Rasulullah SAW yang dilakukan oleh dua malaikat untuk mengeluarkan bagian syaitan yang wujud di dalamnya.

USIA 6 TAHUN
. Ibunya Aminah binti Wahab ditimpa sakit dan meninggal dunia di Al-Abwa’ (sebuah kampung yang terletak di antara Mekah dan Madinah)
· Baginda dipelihara oleh Ummu Aiman (hamba perempuan bapak Rasulullah SAW) dan dibiayai oleh datuknya ‘Abdul Muttalib.

USIA 8 TAHUN
· Datuknya, ‘Abdul Muttalib pula meninggal dunia.
· Baginda dipelihara pula oleh bapak saudaranya, Abu Talib.

USIA 9 TAHUN
. (Setengah riwayat mengatakan pada usia 12 tahun). · Bersama bapak saudaranya, Abu Talib bermusafir ke Syam atas urusan perniagaan.
· Di kota Busra, negeri Syam, seorang pendita Nasrani bernama Bahira (Buhaira) telah bertemu ketua-ketua rombongan untuk menceritakan tentang pengutusan seorang nabi di kalangan bangsa Arab yang akan lahir pada masa itu.

USIA 20 TAHUN
· Terlibat dalam peperangan Fijar. Ibnu Hisyam di dalam kitab ‘Sirah’, jilid1, halaman 184-187 menyatakan pada ketika itu usia Muhammad SAW ialah 14 atau 15 tahun. Baginda menyertai peperangan itu beberapa hari dan berperanan mengumpulkan anak-anak panah saja.
· Menyaksikan ‘ perjanjian Al-Fudhul’; perjanjian damai untuk memberi pertolongan kepada orang yang dizalimi di Mekah.

USIA 25 TAHUN
· Bermusafir kali kedua ke Syam atas urusan perniagaan barangan Khadijah binti Khuwailid Al-Asadiyah.
· Perjalanan ke Syam ditemani oleh Maisarah; lelaki suruhan Khadijah.
· Baginda SAW bersama-sama Abu Talib dan beberapa orang bapak saudaranya yang lain pergi berjumpa Amru bin Asad (bapak saudara Khadijah) untuk meminang Khadijah yang berusia 40 tahun ketika itu.
· Mas kawin baginda kepada Khadijah adalah sebanyak 500 dirham.

USIA 35 TAHUN
· Banjir besar melanda Mekah dan meruntuhkan dinding Ka’abah.
· Pembinaan semula Ka’abah dilakukan oleh pembesar-pembesar dan penduduk Mekah. · Rasulullah SAW diberi kemuliaan untuk meletakkan ‘Hajarul-Aswad’ ke tempat asal dan sekaligus meredakan pertelingkahan berhubung perletakan batu tersebut.

USIA 40 TAHUN
Menerima wahyu di gua Hira’ sebagai perlantikan menjadi Nabi dan Rasul akhir zaman.

USIA 53 TAHUN
· Berhijrah ke Madinah Al-Munawwarah dengan ditemani oleh Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq.
· Sampai ke Madinah pada tanggal 12 Rabiulawal/ 24 September 622M.

USIA 63 TAHUN
Kewafatan Rasulullah SAW di Madinah Al-Munawwarah pada hari Isnin, 12 Rabiulawal tahun 11H/ 8 Jun 632M.

ISTERI-ISTERI RASULULLAH SAW.
§ Khadijah Binti Khuwailid
§ Saudah Binti Zam’ah
§ ‘Aisyah Binti Abu Bakar (putri Sayyidina Abu Bakar)
§ Hafsah binti ‘Umar (putri Sayyidina ‘Umar bin Al-Khattab)
§ Ummi Habibah Binti Abu Sufyan
§ Hindun Binti Umaiyah (digelar Ummi Salamah)
§ Zainab Binti Jahsy
§ Maimunah Binti Harith
§ Safiyah Binti Huyai bin Akhtab
§ Zainab Binti Khuzaimah (digelar ‘Ummu Al-Masakin’; Ibu Orang Miskin)

ANAK-ANAK RASULULLAH SAW
1. Qasim
2. Abdullah
3. Ibrahim
4. Zainab
5. Ruqaiyah
6. Ummi Kalthum
7. Fatimah Al-Zahra’

Sumber Badan Dakwah Amar Makruf Nahi Mungkar

Kamis, 04 Maret 2010

Bacaan mawlid dapat juga untuk mengusir jin (Kisah nyata khasiat bacaan kitab mawlid oleh Habib Anis AlHabsy Solo dan Habib Munzir)

Kejadian di solo, ketika sebuah rumah tua akan dijual oleh pemiliknya namun terlalu banyak jin jahat didalamnya, siapapun masuk akan kesuurpan, dan ada satu kamar yg berisi gamelan dlsb, siapa yg masuk kesana akan mati.
maka Hb Anis Alhabsyi solo memerintahkan pemilik rumah membuka semua pintu dan jendela, lalu masuk bersama sama sambil bershalawat pada nabi saw, lalu dihadapan kamar yg paling berbahaya itu membaca maulid nabi saw, maka saat asyraqal (berdiri untuk mahal qiyam) maka terdengar suara hiruk pikuk dari dalam kamar itu dan pintunya terbuka dan terdengar suara menjerit jerit makhluk tak terlihat keluar dari dalamnya, maka setelah itu rumah itu aman

ketika salah seorang murid saya (Habib Munzir) ke Kuningan untuk menembus wilayah itu, konon wilayah yg akan dikunjungi penuh dg santet dan dukun dukun jahat, saya (Habib Munzir) katakan sudahlah baca maulid nabi saw bersama disana, semua jin akan menghindar.

benar saja, ketika mereka sedang membaca maulid mereka melihat bola bola api berdatangan mendekati rumah dan meledak sebelum sampai ke pagar rumah, lalu suara hiruk pikuk seperti orang orang yg menjerit jerit keluar dari rumah itu tanpa ada wujudnya, sejak itu maka tak satupun dukun yg mengganggu.

kejadian lain di wilayah Beji depok, ada seorang dukun yg konon memiliki banyak jin peliharaan, ia konon memiliki macan jadi jadian yg selalu menjaganya, suatu malam ia kehilangan semua macan jejadiannnya, ia mencarinya kemana mana, lalu ia temukan macan macan jin nya itu sedang bersimpuh tunduk didepan masjid saat kami membaca maulid, maka dukun itu masuk islam dan tobat.

Sumber Habib Munzir AlMusawwa

KESALAHAN ORANG YANG MENDUDUKKAN DIRINYA SEPERTI PEMIMPIN

Diantara manusia ada yang mendudukkan dirinya seperti kedudukan pemimpin yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan dalam mengatur manusia, maka diapun mengajak sekelompok manusia untuk mendengar dan taat kepadanya, ataukah sekelompok manusia itu membaiatnya untuk mereka dengar dan taati aturannya, padahal di sana ada pemimpin yang nampak ditengah mereka !

Tidaklah diragukan lagi bahwa ini merupakan kesalahan besar dan dosa yang berat, barangsiapa yang melakukan ini maka sungguh dia telah menentang Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, dan menyelisihi nash-nash syari’at, maka tidak wajib mentaatinya bahkan diharamkan, sebab dia tidak punya kekuasaan dan tidak punya kemampuan sama sekali, maka atas dasar apa ucapannya didengar dan ditaati sebagaimana didengar dan ditaatinya pemimpin yang tegak dan nampak.

Berkata syeikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah:

“Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk mentaati para pemimpin yang ada wujudnya dan diketahui memiliki kekuasaan yang dengannya mereka mampu untuk mengatur manusia, bukan mentaati yang tidak ada wujudnya dan yang majhul, dan juga tidak memiliki kekuasaan dan kemampuan sama sekali.”

CONTOH PROPOSAL REHAB/PEMBANGUNAN MASJID

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam. Semoga kita semua selalu mendapatkan rahmat, pertolongan, ampunan serta lindungan-Nya dari segala keburukan dan kelemahan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Amin.

Berikut ini kami sampaikan Proposal Rehab/Pembangunan MASJID JAMI’ .... Kelurahan .... Kec. .... Kota .... Jawa Barat. Kami mengharapkan partisipasi bapak/Ibu yang berupa infaq, amal jariyah serta sumbang pemikiran dan saran untuk pelaksanaan pembangunan ini . Semoga amal baik bapak/ibu akan menjadi jalan menuju ketaqwaan dan ridho-Nya serta mendapat balasan surga dari Allah SWT.
Amiin Yaa Rabbal ’aalamin.

A. LATAR BELAKANG

Masjid Jami’ .... merupakan masjid yang berada di tengah dua wilayah/lingkungan perumahan Warga Kel. Kedungjaya dan Kel. Sukadamai Kec. Tanah Sareal Kota Bogor. Lokasinya sangat strategis yaitu berada di persimpangan jalan utama dan pusat keramaian di Dukuh Zamrud. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dari tahun ke tahun di lingkungan .... dan sekitarnya memerlukan sebuah sarana ibadah yang memadai dari segi fisik bangunan , sarana pendukung dan pengelolaannya.
Saat ini Masjid Jami’ .... memiliki luas bangunan utama .... M x .... M = .... M2. Luas ini dirasakan sudah kurang memadai lagi. Hal ini ditandai dengan tidak tertampungnya jamaah pada setiap pelaksanaan Shalat Jum’at. Jamaah akan lebih banyak lagi yang tidak tertampung ketika hari Jum’at bertepatan dengan hari libur nasional. Kondisi ini menyebabkan kurang nyaman bagi jamaah yang terpaksa harus shalat di luar bangunan dan mengurangi kekhusukan dalam beribadah terutama jika terik matahari atau turun hujan.
Untuk itu diperlukan perluasan bangunan utama sehingga dapat menampung jamaah yang makin banyak. Direncanakan bangunan utama akan diperluas dengan penambahan sayap ke samping kanan .... meter , ke samping kiri .... meter dan ke depan .... meter. Selain itu juga akan dibangun tempat wudhu yang terpisah antara kali-laki dan perempuan, ruang sekretariat, ruang marbot, gudang dan ruang perpustakaan dan menara.

B. PERAN MASJID JAMI’ .... SEBAGAI MASJID ....

Ketika Rasullullah SAW dan para sahabatnya hijrah dari Mekah ke Madinah, beliau singgah di suatu tempat yang bernama Quba, di sana beliau membangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Quba. Demikian juga, saat sampai di Madinah, beliau membangun Masjid Nabawi. Ini menyiratkan bahwa masjid bagi kaum muslimin memiliki kedudukan yang sangat penting.

Demikian juga dengan Masjid Jami’ ....R, sebagai masjid raya di lingkungan .... dan sekitarnya maka fungsi yang sangat penting tersebut antara lain sebagai tempat ibadah, tempat silaturahmi, tempat pendidikan serta tempat ibadah bagi kaum muslimin yang sedang dalam perjalanan yang melewati .....

Arti pentingnya fungsi Masjid dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Sebagai sarana pembina iman bagi kaum muslimin.
Di zaman Rasulullah SAW, masjid menjadi sarana untuk memperkokoh iman para sahabatnya. Di samping itu masjid juga digunakan para sahabat sebagai sarana peribadatan dan mengkaji ajaran Islam.
Allah berfirman :
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, dan hari kemudian, serta tetap mendirikan Shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut ( kepada siapa pun ) selain Allah. Maka , merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” ( QS. At-Taubah : 18 )

2. Masjid sebagai sarana memperkuat Ukhuwah Islamiyah.
Masjid merupakan tempat berkumpulnya anggota masyarakat untuk dibina menjadi masyarakat yang islami. Dengan pembinaan masyarakat melalui masjid itulah kaum muslimin menjadi terpaut hatinya kepada masjid dan membuat kaum muslimin menjadi hati-hati agar tidak melakukan kesalahan serta tidak berani menyimpang dari kebenaran.

3. Masjid sebagai sarana Tarbiyah.
Masjid sebagai tempat tarbiyah atau pendidikan dan pembinaaan kaum muslimin. Dengan adanya tarbiyah insya Allah kaum muslimin memiliki wawasan dan penguasaan ajaran Islam yang baik sehingga dapat membedakan yang hak dan yang batil.

C. VISI

Dengan membangun masjid dan menggunakan masjid itu sesuai dengan syariat Insya Allah akan terwujud masyarakat muslim yang berakhlak mulia (Akhlakul Karimah), sejahtera lahir dan batin dalam ikatan Ukhuwah Islamiyah sehingga dapat menjadi rahmatan lil ‘alamin.

D. MISI

Untuk mencapai tujuan tersebut kami memiliki misi sebagai berikut :
1. Menyediakan sarana ibadah yang representative sehingga menjadikan suasana ibadah yang khusuk dalam lingkungan yang asri dan bersih.
2. Memberikan bimbingan dan pembinaan serta memfasilitasi para jamaah untuk meningkatkan pemahaman agama Islam.
3. Memberikan pelayanan untuk keperluan-keperluan ritual agama Islam.
4. Membina jamaah agar memiliki akhlakul karimah.
5. Mengupayakan kesejahteraan jamaah baik secara material maupun spiritual.

E. DENAH LOKASI DAN GAMBAR RENCANA PENGEMBANGAN

Terlampir :
1. Denah lokasi Masjid
2. Layout rencana pengembangan
3. Gambar tampak depan rencana pengembangan
4. Gambar tampak samping rencana pengembangan

F. SUMBER PEMBIAYAAN

Biaya pengembangan masjid bersumber dari :
1. Infaq dan sodaqoh jariyah masyarakat muslim di lingkungan .... dan sekitarnya.
2. Bantuan pemerintah
3. Bantuan kaum muslimin dimana saja berada.

G. PERINCIAN ANGGARAN BIAYA

Terlampir.

H. SUSUNAN PANITIA PELAKSANA

Terlampir.

I. PENUTUP

Dengan mengucapkan بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ seraya mengharap limpahan karunia serta ridho Allah SWT, kami bertekad untuk merealisasikan rencana pengembangan Masjid Jami’ .....
Kami mengharapkan partisipasi bapak/Ibu yang berupa infaq, amal jariyah serta sumbang pemikiran dan saran untuk pelaksanaan pembangunan ini . Semoga amal baik bapak/ibu akan menjadi jalan menuju ketaqwaan dan ridho-Nya serta mendapat balasan surga dari Allah SWT.
Amiin Yaa Rabbal ’aalamin.

Wassalamua’laikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Bogor, .... H (........ 20....)
Panitia Rehab/Pembangunan
Masjid Jami’ ....


....
Ketua Panitia


....
Sekretaris

Contoh Susunan Panitia Renovasi Masjid

Penasehat :
1. ....
2. ....

Ketua Panitia:....

Sekretaris :....

Bendahara :....

Bendahara 2:....

Konsultan dan Arsitek :....

Pelaksana Proyek :....

Seksi Dana :....

WAKAF UANG TUNAI

Sasaran Wakaf uang Tunai

Sasaran Wakaf Tunai menurut pendapat Prof. Dr. M.A Manan pakar Ekonomi Islam dari Bangladesh, antara lain :

* Kemanfaatan bagi kesejahteraan pibadi(dunia-akhirat) . Renungannya saat seorang lahir miskin, matipun kembali miskin dan semua berakhir kecuali yang tiga perkara, salah satunya amal jariyah. Maka wakaf tunai dapat menjadi sedekah jariyah yang berperan mengantar kesejahtaeraan dunia-akhirat seseorang .
* Kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga(dunia-akhirat). Ini bisa menjadi wujud tanggung jawab sosial kita kepada orang tua, Istri, Anak-anak atau anggota keluarga lain.
* Pembangunan sosial. Wakaf tunai membuka peluang untuk membantu masyarakat. Dari keuntungannya dapat di manfaatkan untuk pembangunan masjid atau operasional lembaga pendidikan, beasiswa pendidikan, pemgobatan untuk dhuafa. sehingga wakaf tunai bersifat abadi.
* Membangun masyarakat sejahtera yang menjadi wahana terciptanya kepedulian dan kasih sayang antara si kaya dan si miskin sehingga dapat tercipta hubungan yang baik dan harmonis.

Salurkan Zakat, Infaq dan Shodaqoh anda untuk renovasi Mesjid Jami' Adz-Dzikro

Tauladan Rosulullah SAW

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap
harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya,
"Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu
pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan
dipengaruhinya" .
Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan
makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yangmenyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan
makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat
Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, "Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?".
Aisyah RA menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan
hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja".
"Apakah Itu?", tanya Abubakar RA.
"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan
makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana ", kata Aisyah RA.
Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk
diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya.
Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik,
"Siapakah kamu?".
Abubakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)."
"Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku" , bantah si pengemis buta itu.
"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku,
tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut,
setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata
kepada pengemis itu,
"Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang
dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".
Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar
RA, dan kemudian berkata,
"Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya,
ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... "
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA
saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.
Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah
SAW?
Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau?
Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.
Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah
baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.
Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai
Rasulullahmu. ..
Sadaqah Jariah salah satu dari nya mudah dilakukan, pahalanya?
MasyaAllah.. ..macam meter taxi...jalan terus.

Sadaqah Jariah - Kebajikan yang tak berakhir.
1. Berikan al-Quran pada seseorang, dan setiap dibaca, Anda mendapatkan
hasanah.
2. Sumbangkan kursi roda ke RS dan setiap orang sakit menggunakannya, Anda
dapat hasanah.
4. Bantu pendidikan seorang anak.
5. Ajarkan seseorang sebuah do'a. Pada setiap bacaan do'a itu, Anda dapat
hasanah.
6.. Bagi CD Quran atau Do'a.
7. Terlibat dalam pembangunan sebuah mesjid.
8. Tempatkan pendingin air di tempat umum.
9. Tanam sebuah pohon. Setiap seseorang atau binatang berlindung dibawahnya, Anda dapat hasanah..
10. Bagikan email ini dengan orang lain. Jika seseorang menjalankan salah
satu dari hal diatas, Anda dapat hasanah sampai hari Qiamat.
Aminnnnnn...

MARHABAN YA RAMADHAN

Ketika bulan suci Ramadhan datang kembali, selayaknya kita menyambut dengan gembira. Rasulullah SAW dan para sahabat, selalu menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan kalimat: "Marhaban ya Ramadhan. Selamat datang wahai Ramadhan."

Rasulullah, para sahabat, dan seluruh pengikutnya yang setia mengikuti jejak risalah Islamiyah sampai akhir zaman, selalu menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan penuh suka cita, dan menangis saat ditinggalkan bulan Ramadhan.

Karena keistimewaannya, inilah bulan yang selalu dinantikan kehadirannya oleh umat Islam di seluruh dunia.

Pada bulan ini seluruh umat Islam diwajibkan melaksanakan ibadah puasa. Pada bulan ini, Al−Qur'an sebagai petunjuk dan pembeda antara yang hak dengan yang batil, diturunkan untuk seluruh umat manusia melalui Nabi Muhammad saw. Bulan Ramadhan adalah bulan ibadah dan pelipatgandaan ganjarannya. Pada bulan ini, rahmat dan ampunan Allah dibuka seluas−luasnya, dan pintu neraka ditutup rapat−rapat.

Sebelas bulan yang lalu, kita menjalani kehidupan yang hingar bingar. Kini tiba saatnya untuk kembali merenungi hakikat keberadaan kita di dunia, dengan memugar kembali potensi iman di dada melalui peningkatan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Dengan ibadah shaum Ramadhan, umat Islam disadarkan kembali mengenai hakikat Ihsan, yakni menyembah Allah seakan−akan kita melihat−Nya, dan sesungguhnya memang Allah melihat kita.

Jika saja, seluruh umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri ini, mampu melestarikan sikap mental menghadirkan Allah pada segenap aspek hidup dan kehidupannya, pastilah bangsa ini tidak perlu mengalami krisis multidimesional berkepanjangan seperti yang kita alami sekarang.

Dengan seruan menegakkan shalat berjama'ah, qiyamullail, tadarus Al−Qur'an, memperbanyak shadaqah, dan menunaikan zakat fitrah sebagai bagian integral dari amaliahnya, Ramadhan tidak hanya membina dan mengajarkan kesalehan individual, tetapi juga mendesak umat Islam untuk mewujudkan kesalehan sosial.

Melalui bulan Ramadhan, umat Islam disegarkan kembali komitmennya pada ajaran sejati Islam sebagai pengemban missi rahmatan lil'alamin.

Oleh karena itu, Ramadhan sesungguhnya sarana awal untuk mengukuhkan kembali jati diri Muslim, memasuki hari−hari panjang pada sebelas bulan sesudah Ramadhan. Hanya mereka yang mampu melestarikan dan mengembangkan seluruh gemblengan selama Ramadhan pada sebelas bulan sesudah bulan suci inilah, yang berhak meraih predikat muttaqin, seperti digambarkan dalam Q.S.Al−Baqarah ayat 183: "Wahai orang−orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada kaum sebelum kamu, supaya kamu menjadi orang−orang yang bertaqwa."

Sangat logis sabda Rasulullah saw yang menyatakan bahwa siapapun yang melaksanakan ibadah shaum Ramadhan, semata−mata berdasarkan keimanan dan mengharap ridha Allah (iimaanan wahtisaaban), akan diampuni seluruh dosa−dosanya yang telah lalu.

Hanya mereka yang melaksanakan ibadah shaum Ramadhan secara demikian sajalah, yang kelak akan kembali ke fitrah sejati kemanusiaannya ('Idul fitri) yang hanif: selalu memihak kepada kebaikan, kebenaran, keadilan, dan kejujuran.

Tentu tidak mudah untuk meraih predikat seperti di atas. Bahkan, bukan tidak mungkin kita terkena sabda Rasul yang lain: "Betapa banyak mereka yang melaksanakan puasa, tidak memperoleh ganjaran apa−apa, kecuali lapar dan dahaga."

Hal tersebut antara lain karena pada hakikatnya, seperti digambarkan dalam Q.S. Al−Hijr dan At−Tiin, manusia adalah muhajir (pengembara) di antara kebaikan dan keburukan.

Marilah kita manfaatkan dengan sungguh−sungguh momentum bulan Ramadhan, untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas keimanan umat Islam Indonesia yang dibuktikan dengan meningkatnya kualitas kesalehan sosial, sehingga makin menumbuhsuburkan misi utama ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Keutamaan 10 hari dzulhijjah

Keutamaan 10 hari dzulhijjah

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan segenap sahabatnya.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari rahimahullah, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada hari
di mana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada
hari-hari ini, yaitu: sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah." Mereka
bertanya, "Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?" . Beliau
menjawab, "Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar
(berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan
sesuatu apa pun."


Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada hari yang
paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya
daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu
tahlil, takbir dan tahmid."

Macam-macam Amalan yang Disyari'atkan
1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah. Amal ini adalah yang paling
utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya,
antara lain; sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Dari umrah ke
umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan
haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga."



2. Berpuasa selama hari-hari tersebut, atau pada sebagiannya terutama
pada hari Arafah. Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan
yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan
dalam hadits qudsi, artinya: Allah subhanahu wata'ala berfirman, "Puasa
itu adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia
telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena
Aku."

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang hamba berpuasa
sehari di jalan Allah, melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan
puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun." [Hadits Muttafaq
'Alaih].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Berpuasa pada hari Arafah
melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya."

3. Takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut. Sebagaimana firman Allah
subhanahu wata'ala, "... dan agar mereka menyebut nama Allah pada
hari-hari yang telah ditentukan.. ." [Surah Al-Hajj : 28].

Para ahli tafsirmenafsirkanny a dengan sepuluh hari dari bulan
Dzul-hijjah. Karena itu, para ulama meng-anjurkan untuk memperbanyak
dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhuma, Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil,
takbir dan tahmid." [HR. Ahmad].

Imam Al-Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya
mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya. Dan
Ishaq radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan dari fuqaha' tabi'in bahwa pada
hari-hari ini mengucapkan:
"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq
selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya
bagi Allah."

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di
pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya sebagaimana firman Allah
subhanahu wata'ala "Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu..." [Al-Baqarah: 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan
berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor).
Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para salaf. Yang menurut sunnah
adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada
semua dzikir dan do'a, kecuali karena tidak mengerti sehingga harus
belajar dengan mengikuti orang lain.
Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti: takbir,
tasbih dan do'a-do'a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat serta meninggalkan segala maksiat dan dosa, sehingga akan
mendapatkan ampunan dan rahmat.
Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan
ketaatan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.
Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallau 'anhu, bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Sesungguh nya Allah itu
cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa
yang diharamkan Allah terhadapnya. " [Hadits Muttafaq 'Alaih].

5. Banyak beramal shalih, berupa ibadah sunnah seperti: shalat, sedekah,
jihad, membaca Al-Qur'an, amar ma'ruf-nahi munkar dan lain sebagainya.
Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya.
Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan
menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari
lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, bahkan sekalipun
jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihadnya orang
yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan pada hari-hari itu takbir muthlaq, yaitu pada setiap
saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula
takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang
dilaksanakan dengan berjama'ah; bagi selain jama'ah haji dimulai dari
sejak Zhuhur hari raya Qurban terus berlang-sung hingga shalat Ashar
pada akhir hari Tasyriq.

7. Berkurban pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq. Hal ini adalah
sunnah Nabi Ibrahim 'alaihi salam yakni ketika Allah menebus putranya
dengan sembelihan yang agung.

9. Melaksanakan shalat Idul Adha dan mendengarkan khutbahnya. Setiap
muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini
adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan
sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan
bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti: nyanyian, judi,
mabuk dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapus-nya amal
kebajikan yang dilakukannya selama sepuluh hari.

10. Mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur
kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala
larangan; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan
Allah agar mendapat ridha-Nya.
Semoga Allah melimpahkan taufiq-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang
lurus. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad,
keluarga dan para sahabatnya. (Syaikh Abdullah bin Abdurrahman
Al-Jibrin)

QURBAN
Qurban adalah penyembelihan hewan ternak yang dilaksanakan atas perintah
Allah pada hari-hari raya Idul Adha.

* Definisi
Dalam bahasa Arab, Udhhiyyah. Idhhiyyah, Dhahiyyah, Dhihiyyah, Adhhat,
Idhhat dan Dhahiyyah, berarti hewan yang disembelih dengan tujuan
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah pada hari Idul Adha sampai
akhir hari-hari tasyriq, kata-kata tersebut diambil dari kata dhahwah.
Disebut demikian karena awal waktu pelaksanaan yaitu dhuha (Lisanul Arab
19:211, Mu'jam Al-Wasith 1:537).
* Hukum berqurban
Allah subhanahu wata'la mensyariatkan berqurban dalam firman-Nya, "Maka
dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. " (QS.108: 2), "Dan
kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar Allah." (QS
22: 36).
Hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, sebagaimana
diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkurban dengan
menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau
sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir,
serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu. [Hadits Muttafaq
'Alaih]
Adapun orang yang menghukumi wajib dengan dasar hadits, "Siapa yang
memiliki kemampuan namun tidak berkurban, maka jangan sekali-kali
mendekati masjidku." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Hadits ini derajatnya dha'if (lemah) dan tidak bisa dijadikan hujjah,
karena ada perawinya yang dha'if yaitu Abdullah bin Iyasy sebagaimana
diterangkan oleh Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Hazm (Ibnu Majah 2: 1044,
Al-Muhalla 8:7).
Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata, "Andaikata berkurban itu wajib,
maka tidaklah cukup bagi satu rumah kecuali setiap orang mengurbankan
seekor kambing atau setiap tujuh orang mengorbankan seekor sapi, akan
tetapi karena hukumnya tidak wajib maka cukuplah bagi seorang yang mau
berkurban untuk menyebutkan nama keluarga pada kurbannya. Dan jika tidak
menyebutkannya tidak berarti meninggalkan kewajiban." (Al-Umm 2: 189).
Para sahabat kami berkata, "Andaikan kurban itu wajib maka (kewajiban
itu) tidak gugur meskipun waktunya telah lewat, kecuali dengan diganti
(ditebus) seperti shalat berjamaah dan kewajiban lainnya. Para ulama
madzhab Hanafi juga sepakat dengan kami (madzhab Syafi'i) bahwa kurban
hukumnya tidak wajib." (Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab: 8: 301)
* Hewan yang dikurbankan
Hewan yang akan dikurbankan hendaklah diperhatikan umurnya, yaitu: Unta
5 tahun, sapi 2 tahun, kambing 1 tahun atau hampir 1 tahun. Ulama
madzhab Maliki dan Hanafi membolehkan kambing yang telah berumur 6 bulan
asal gemuk dan sehat (Al-Mughni: 9:439, Ahkamu Adz-Dzabaih oleh Dr.
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris: 132).
Hewan yang dikurbankan adalah unta, sapi dan kambing karena firman Allah
subhanahu wata'ala, "Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan
ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka." (Al-Hajj: 34)

Hewan itu harus sehat tidak memiliki cacat, sebab Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Empat cacat yang tidak mencukupi dalam
berqurban: Buta yang jelas, sakit yang nyata, pincang yang sampai
kelihatan tulang rusuknya dan lumpuh/kurus yang tidak kunjung
sembuh."(HR. At-Tirmidzi)
* Waktu Penyembelihan
Setelah shalat Idul Adha usai, maka penyembelihan baru diizinkan dan
berakhir saat tenggelam matahari hari tasyriq (13 Dzulhijjah){ Ibnu
Katsir, 3/301}, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Siapa yang menyembelih sebelum shalat (Ied) maka sesungguhnya ia
menyembelih untuk dirinya sendiri." (Disepakati oleh Imam Al-Bukhari dan
Muslim).

* Anjuran (Sunnah) dalam berkurban:
1. Menajamkan pisau
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah
Ta'ala mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu, maka jika kalian
membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih
sembelihlah dengan cara yang baik, haruslah seseorang mengasah mata
pedangnya dan membuat nyaman hewan sembelihannya. " (HR. Al-Jamaah
kecuali Al-Bukhari).
2. Menyembunyikan pisau dari pandangan binatang,
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menyuruh agar mempertajam pisau dan menyembunyikan dari
pandangan hewan (yang akan disembelih).

3. Tidak membaringkan hewan sebelum siap alat dan sebagainya.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma menceritakan bahwa seseorang
membaringkan kambing sedang dia masih mengasah pedangnya, maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Apakah anda akan
membunuhnya berkali-kali? Mengapa tidak anda asah pedang anda sebelum
anda membaringkannya. " (HR. Al-Hakim).

4. Menjauhkan atau menutupi penyembelihan dari hewan-hewan yang lain,
sebab hal ini termasuk menyakiti dan menjauhkan rahmat. Umar bin
Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah memukul orang yang melakukannya.
(Mughni Al-Muhtaj: 4/272)

5. Memberi minum atau memperlakukannya sebaik-baiknya,
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu melihat orang menyeret hewan
kurban pada kakinya ia berkata: "Celaka kalian! tuntunlah ia menuju
kematian dengan cara yang baik." (Al-Halal wal Haram: 58)
* Penyembelihan Kurban
Disunnahkan bagi yang bisa menyembelih agar menyembelih sendiri. Adapun
do'a yang dibaca saat menyembelih adalah:
Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika menyembelih
kurban seekor kambing, beliau membaca:
"Bismillah wallahu Akbar, Ya Allah ini dariku dan dari orang yang tidak
bisa berkurban dari umatku." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi) .
Sedang orang yang tidak bisa menyembelih sendiri hendaklah menyaksikan
dan menghadirinya.
* Pembagian Kurban
Allah berfirman, "Maka makanlah sebagiannya (dan sebagian lagi)
berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir." (Al-Hajj: 28)

"Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa
yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta."
(Al-Hajj: 36).
Sebagian kaum salaf lebih menyukai membagi kurban menjadi tiga bagian:
Sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga untuk hadiah orang-orang mampu
dan sepertiga lagi shadaqah untuk fuqara. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/300).
* Anjuran bagi orang yang berkurban
Bila seseorang ingin berkurban dan memasuki bulan Dzulhijjah maka
baginya agar tidak memotong/mengambil rambut, kuku atau kulitnya sampai
dia menyembelih hewannya.
Dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Jika kamu melihat hilal bulan Dzulhijjah dan
salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan
diri dari (memotong) rambut dan kukunya." Dalam riwayat lain: "Maka
janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia
berkurban." [HR. Muslim]

Hal ini, mungkin untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang
menuntun hewan kurbannya.
Firman Allah, "...dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum
kurban sampai di tempat penyembelihannya ..."[Al-Baqarah: 196].
Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang
berkurban saja, tidak termasuk isteri dan anak-anaknya, kecuali jika
masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut
serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
Jika seseorang niat berkurban pada pertengahan hari-hari sepuluh itu
maka dia menahan hal itu sejak saat niatnya, dan dia tidak berdosa
terhadap hal-hal yang terjadi pada saat-saat sebelum niat.
Bagi anggota keluarga orang yang akan berkurban tersebut dibolehkan
memotong rambut dari tubuh, kuku atau kulit mereka (sebab larangan ini
hanya ditujukan bagi yang berkurban), sehingga bila ada kepentingan
kesehatan maka boleh memotong.

Hikmah Kurban

* Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang taat dan
tegar melaksanakan kurban atas perintah Allah meskipun harus kehilangan
putra satu-satunya yang didambakan (QS. Ash-Shaff: 102-107)
* Menegakkan syiar Dinul Islam dengan merayakan Idul Adha secara
bersamaan dan tolong menolong dalam kebaikan (QS. 22: 36)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Hari-hari tasyriq
adalah hari-hari makan, minum dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla."
(HR. Muslim dalam Mukhtashar No. 623)
* Bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat- Nya, maka
mengalirkan darah hewan kurban ini termasuk syukur dan ketaatan dengan
satu bentuk taqarrub yang khusus. Allah berfirman, "Dan bagi tiap-tiap
umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah
kepada mereka, maka Ilahmu ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang tunduk patuh (kepada Allah)." (QS. 22: 34)

Di hari-hari itu juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih,
kebaikan dan kemasyarakatan, seperti bersilaturahmi, berkunjung sanak
kerabat, menjaga diri dari rasa iri, dengki, kesal maupun amarah,
hendaklah menjaga kebersihan hati, menyantuni fakir miskin, anak yatim,
orang-orang yang terlilit kekurangan dan kesulitan.
Namun bagi orang yang akan berkurban tidak harus meniru orang yang
sedang ihram sampai tidak memakai minyak wangi, bersetubuh, bercumbu
(suami istri), melangsungkan akad nikah, berburu binatang dll. Sebab
yang demikian itu tidak ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Namun hendaklah kita menegakkan syiar agama Allah ini dengan
amal shalih, amar ma'ruf dan nahi munkar dengan cara yang penuh hikmah,
hendaklah setiap kita menggunakan kemampuan, keahlian, kedudukan dan
segala nikmat Allah dengan sesungguhnya sebagai realisasi bersyukur
dalam menegakkan ajaran dan syiar Dienullah Islam.
Semoga Allah subhanahu wata'ala senantiasa membimbing kita kepada cinta
dan keridhaan-Nya. Amin. (Ahkamudz Dzaba'ih, Dr. Muhammad Abdul Qadir
Abu Faris, Min Ahkamil Udhiyyah, Syaikh Al-Utsaimin) .

ALSOFWAH.OR. ID : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=

lihatmaklumat& id=124

Contoh Proposal Rehab Mesjid

CONTOH PROPOSAL REHAB MASJID

PANITIA PELAKSANA REHAB MASJID ….
Jl. ,,,, No. ,,,, Kelurahan ,,,, Kecamatan ,,,,
Kota ,,,, – Jawa Barat – Indonesia.
Telp. ,,,,
E-mail : ,,,,


I. PENDAHULUAN

Rehab Masjid ,,,, menjadi masjid yang kokoh dan artistik merupakan upaya peningkatan pencitraan Islam di tengah-tengah umat lain, karena itu menjadi kewajiban kolektif seluruh kaum muslimin dan masyarakat dunia Islam berpartisipasi untuk terlaksananya rehab Masjid ,,,,

Partisipasi kita semua dalam mewujudkan program rehab Masjid ,,,, dapat berupa :
1. Zakat, infaq dan shadaqah yang sesuai dengan syariat.
2. Wakaf tunai, dan
3. Bantuan tenaga dan pikiran dalam penggalangan dana.

Rekening Giro Khusus Panitia Rehab Masjid ,,,,
Rekening No. : ,,,, a.n. ,,,,
Bank ,,,,

Dunia sedang memasuki abad baru. Berbagai belahan dunia menggeliat, memunculkan banyak perubahan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mulai sampai pada tahap yang monumental bagi peradaban manusia. Kaum Hedonis termanjakan oleh berbagai kenikmatan dan fasilitas hidup. Pada sisi lain, kaum yang berpegang teguh pada nilai-nilai religius merasa was-was, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi justru akan memporak-porandakan nilai-nilai yang selama ini dipegang teguh, hingga pada akhirnya akan menghancurkan peradaban manusia itu sendiri.

Peradaban masa depan umat manusia sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas sdm yang mumpuni kita yakini hanya dapat dihasilkan oleh sistem pendidikan Islam. Dengan Manhaj Robbani yang sempurna dan utuh, Islam tampil sebagai Ad-Dien yang penuh dengan nilai-nilai Tarbiyah Robbaniyah.

Masjid adalah pusat peradaban umat. Pembinaan generasi rabbani secara terpadu berpusat di masjid, sehingga usaha merehab Masjid ,,,, menjadi bagian penting dalam membangun peradaban
Proyek Rehab Masjid ,,,, kami susun dengan sistematika sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN
II. NAMA PROYEK
III. TUJUAN PROYEK
IV. TAHAPAN PROYEK
V. PELAKSANA PROYEK
VI. PENDANAAN PROYEK
VII. JADWAL PROYEK
VIII. INDIKASI KEBERHASILAN PROYEK
IX. PENUTUP
X. LAMPIRAN-LAMPIRAN PENDUKUNG PROYEK


II. NAMA PROYEK
Rehab Masjid ,,,,


III. TUJUAN PROYEK
1. Meningkatkan pencitraan Islam di tengah-tengah umat lain.
2. Menambah daya tampung masjid untuk kegiatan shalat Jumat bagi warga sekolah dan masyarakat sekitar.
3. Mencukupi fasilitas kegiatan rutin pembelajaran Al-Qur'an, shalat Dzuhur & Ashar berjamaah, dan pembinaan kader umat


IV. TAHAPAN PROYEK
A. Perencanaan
1. Pembuatan Proposal Proyek Rehab Masjid ,,,,
2. Memobilisasi pencarian dana proyek
B. Pelaksanaan Proyek Rehab Masjid ,,,,
C. Evaluasi dan Pelaporan Per Triwulan Pelaksanaan Proyek Rehab Masjid ,,,, Kepada Donatur.


V. PELAKSANA PROYEK
Proyek ini diselenggarakan oleh ,,,, dilaksanakan oleh Panitia Pelaksana Rehab Masjid ,,,. Susunan Panitia Pelaksana ditetapkan sebagai berikut :
Penasehat : 1. ,,,,
2. ,,,,
3. ,,,,
4. ,,,,
5. ,,,,

Ketua : ,,,,
Wakil Ketua : ,,,,
Sekretaris : ,,,,
Wakil Sekretaris : ,,,,
Bendahara : ,,,,
Wakil Bendahara : ,,,,
Sie Dana : 1. ,,,,.
2. ,,,,
3. ,,,,
4. ,,,,

Tim Pencari Dana : ,,,,
Auditor Dana Proyek : ,,,,
Perencana & Pelaksana Bangunan : ,,,,.
Pengawas Bangunan : ,,,,


VIII. INDIKASI KEBERHASILAN PROYEK
90 % semua hal yang tertuang dalam proposal ini dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil secara maksimal :
1. Jadwal kerja berjalan baik
2. Pendanaan proyek terealisir minimal 90%
3. Pelaksanaan proyek berjalan dengan baik, target waktu 90% tercapai.
4. Evaluasi dan Pelaporan Per Triwulan Pelaksanaan Proyek Rehab Masjid,,,,Kepada Donatur Proyek berjalan lancar.


IX. PENUTUP
Subhanallah,
Proyek dalam rangka peningkatan pencitraan Islam di tengah-tengah ummat lain ini adalah proyek besar yang harus dilaksanakan secara konsisten dan sungguh-sungguh. Berusaha terlibat dalam proyek ini adalah Jihad Fi Sabilillah, insya' Allah. Kami selalu bersama anda semua kaum muslimin dalam perjuangan ini sehingga kedudukan Islam yang memang harus tinggi itu tidak ada sesuatupun yang melebihi ketinggiannya.
Wallahu a'lam bi shawab.

Bogor, ,,………….,, 20,,,,


Panitia Pelaksana Rehab Masjid ,,,,

Ketua, Sekretaris,


.... ....

Contoh Susunan Pengurus DKM

CONTOH
SUSUNAN PENGURUS DKM MESJID JAMI’ ….
PERIODE 20…. – 20….


1. DEWAN PENASEHAT

Ketua : ….

Anggota :
1. ….
2. ….
3. ….
4. ….
5. ….
6. ….


2. PENGURUS DKM

2.1 Ketua Umum : ….

2.2 Ketua I : ….

2.3 Ketua II : ….

2.4 Sekretaris I : ….

2.5 Sekretaris II : ….

2.6 Bendahara I : ….

2.7 Bendahara II : ….


3. Ketua Bidang Dakwah dan Humas : ….

3.1 Ketua Seksi Ibadah & Dakwah : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
3. ….

3.2 Ketua Seksi Majelis Ta'lim & Dzikir : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
3. ….

3.3 Ketua Seksi Peringatan Hari Besar Islam : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
3.4 Ketua Seksi Pembinaan Haji : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
3. ….
3.5 Ketua Seksi Media Humas : ….
Anggota :
1. ….
2. ….


4. Ketua Bidang Pendidikan dan Pembinaan Generasi Muda : ….

4.1 Ketua Seksi Pendidikan Formal dan Non Formal : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
4.2 Ketua Seksi Pembinaan Generasi Muda : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
3. ….
4.3 Ketua Seksi Pelatihan dan Ketrampilan : ….

Anggota :
1. ….

4.4 Ketua Seksi Perpustakaan : ….
Anggota :
1. ….
2. ….


5. Ketua Bidang Sarana dan Keamanan : ….

5.1 Ketua Seksi Pembangunan & Pemeliharaan : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
5.2 Ketua Seksi Perlengkapan : ….
Anggota :
1. ….
5.3 Ketua Seksi Inventaris : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
5.4 Ketua Seksi Keamanan dan Ketertiban : ….
Anggota :
1. …. 2. ….


6. Ketua Bidang Sosial dan Usaha : ….

6.1 Ketua Seksi ZIS : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
6.2 Ketua Seksi Santunan Anak Yatim dan Duafa : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
6.3 Ketua Seksi Pembinaan Mualaf : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
6.4 Ketua Seksi Penanganan Musibah : ….
Anggota :
1. ….
2. ….
3. ….
6.5 Ketua Seksi Usaha dan Dana : ….
Anggota :
1. ….